Rasulullah
SAW dalam beberapa hadits-hadits beliau menegaskan bahwasanya menikah itu
adalah bagian dari sunnahnya yang seyogyanya mesti dilaksanakan secepatnya bagi
pemuda yang sudah merasa mampu untuk menanggung biaya-biya nikah. Namun bagi
yang belum mampu agar senantiasa menahan diri dengan cara memperbanyak
berpuasa.
Ketahuilah bahwa pernikahan dalam Islam merupakan salah satu bentuk
ibadah dan ditetapkan sebagai penyempurna agama. Hal ini sangat masyhur bagi kalangan pemuda pada umumnya dan terlebih santri yang dimana alasan ini dijadikan olehnya kepada orang tua agar segera diizinkan menikah.
Selanjutnya, secara khusus agama Islam menganjurkan agar pernikahan
sebaiknya dilakukan apda bulan Syawwal atau Shafar. Hal tersebut berdasarkan
sunnah fi’liyyah (perilaku) yang diteladankan oleh Rasulullah
SAW sendiri.
Anjuran menikah di bulan Syawal berdasarkan hadits yang berasal
dari Sayyidah Aisyah ra:
عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فِي شَوَّالٍ وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ
“Dari Asiyah berkata, aku dinikahi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam di bulan Syawal, dan beliau berhubungan denganku di bulan
Syawal.” (HR. Muslim).
Sementara untuk anjuran menikah di bulan Shafar berdasarkan
hadits:
أَنَّ
رَسُولَ الله- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - زَوَّجَ ابْنَتَهُ فَاطِمَةَ
عَلِيًّا فِي شَهْرِ صَفَرٍ عَلَى رَأْسِ اثْنَيْ عَشَرَ شَهْرًا مِنْ الْهِجْرَةِ
“Sesungguhnya Rasulullah menikahkan putrinya, Fathimah dengan
Ali di bulan Shafar pada 12 bulan awal sejak hijrah menuju Madinah.” (HR. al-Zuhri).
Berlandaskan dalil di atas, para fuqaha (ahli
fiqih) merumuskan bahwa hukumnya sunnah menikah di bulan Syawal dan
Shafar.
Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani mengatakan:
ويسن أن يتزوج في شوال وفي صفر لأن رسول الله صلى الله
عليه وسلم تزوج عائشة رضي الله عنها في شوال وزوج ابنته فاطمة عليا في شهر صفر على
رأس اثني عشر شهرا من الهجرة
“Dan sunnah menikah di bulan Syawal dan Shafar, karena
Rasulullah menikahi Aisyah di bulan Syawal dan beliau menikahkan putrinya,
Fathimah dengan Ali di bulan Shafar pada 12 bulan awal sejak hijrah.” (Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, Nihayah
al-Zain, hal. 300).
Namun demikian, pada kenyataannya banyak juga yang menikah di
bulan Sya’ban. Faktornya bervariasi, mulai dari mengharapkan keberkahan
Sya’ban, bekal menuju Ramadhan untuk menambah pundi-pundi pahala (bahasa pemudanya sih biar ada yang bangunin makan sahur.hehe), kemudian faktornya itu karena momen akhir
tahun bagi kalangan santri, kesepakatan keluarga atau kebetulan sesuai dengan
kemampuan financial, dan lain-lain.
Lalu bagaimana hukum menikah di bulan Sya’ban?
Apakah tidak bertentangan dengan anjuran menikah di bulan Syawal dan Shafar?
Syekh Bahnasi, salah satu ulama Syafi’iyyah, sebagaimana dikutip
Syekh Ali Syibramalisi, bahwa anjuran menikah di bulan Syawal dan Shafar
berlaku apabila memungkinkan menikah di kedua bulan tersebut. Bila tidak
memungkinkan, maka anjuran pelaksanaan menikah disesuaikan dengan waktu yang
paling memungkinkan, misalnya menyesuaikan kemampuan mengeluarkan biaya
menikah.
Syekh Ali Syibramalisi menegaskan:
وكتب أيضا لطف الله به قوله: ويسن أن يتزوج في شوال أي
حيث كان يمكنه فيه وفي غيره على السواء، فإن وجد سبب للنكاح في غيره فعله
“Dan Syekh Bahnasi, semoga Allah mengasihinya, juga menulis,
sunnah menikah di bulan Syawal, maksudnya bila memungkinkan menikah di bulan
Syawal dan bulan-bulan lainnya secara seimbang. Maka bila ditemukan sebab
menikah di selain bulan Syawal, maka hendaknya dilakukan di bulan tersebut.”
(Syekh Ali Syibramalisi, Hasyiyah ‘Ala Nihayah al-Muhtaj, juz.6,
hal. 185).
Sumber Referensi: NU Online